Sabtu, 31 Juli 2010

“Humor Does Sell” dalam Iklan Indosat

Humor adalah bahasa universal. Pada pasar operator seluler dimana target market sangat lebar, pendekatan ini bisa menjadi efektif. Indosat membuktikannya dengan rangkaian iklan bernuansa komedi yang mencoba keluar dari dikte kompetitor, dan membangun brand personality yang lebih tajam.

Peliput dan Penulis: Iski Foto: Ihsan, Istimewa

“People don't buy from clowns.” Kata-kata ini pernah diucapkan oleh Claude Hopkins, yang kerap disebut sebagai “The grandfather of modern advertising”. Hopkins, penulis buku Scientific Advertising yang diterbitkan pada 1932, adalah salah seorang legenda iklan yang “kurang menyukai' pendekatan humor untuk iklan. “Don't treat your subject lightly. Don't lessen respect for your self or your article by any attempt at frivolity. People do not patronize a clown. There are two things about which men should not joke. One is business, one is home. An eccentric picture may do you serious damage. One may gain attention by wearing a fools cap. But he would ruin his selling prospects,” demikian kata copywriter legendaris yang pada 1907 itu sudah digaji sebesar $185.000 per tahun ini.

Setali tiga uang dengan pendapat John Caples, legenda lain yang namanya diabadikan sebagai anugerah untuk The Best in Direct and Interactive Marketing in The World: The John Caples International Awards. Dengan lebih gamblang Caples berpendapat sebagai berikut: “Avoid humor. What is funny to one person is not funny to millions of others," kata Caples dalam buku “How to Make Your Advertising Make Money” (1983).

Pendapat kedua tokoh ini seolah ditampik oleh iklan Indosat. Karena sejak tahun lalu sampai dengan kemunculan versi terbarunya, “diskon all item” dan “wanita tersesat di lift”, Indosat mengambil pendekatan sitkom. Menurut Fuad Fachroeddin, Group Head Integrated Marketing Indosat, iklan dengan pendekatan humor ini justru berhasil. “Pendekatan ini sudah terbukti efektif, karena kami telah melakukannya saat kampanye promosi sejak lebaran lalu dan memberikan result yang baik dari sisi brand image maupun sales,” jelas Fuad.

“Awalnya kami merasa pasar di industri telko sudah kian kompetitif,” Fuad bercerita. Oleh karena itu, Indosat merasa perlu memberikan promosi yang memberikan nilai lebih bagi konsumen. “Serta tentunya kami harus menjaga kepuasan pelanggan, sekaligus menarik konsumen baru,” kata Fuad.

Dus, ruang kreatif kampanye produk telko ini, menurut Fuad memang diisi sepenuhnya oleh ide-ide bernafaskan komedi. Agensi sesudah diberikan brief lalu memberikan belasan ide-ide cerita dan diseleksi menjadi 3 atau 4 ide cerita. “Sesudah itu, kami membahas bersama untuk memilih 2 yang paling lucu untuk diproduksi menjadi iklan TV,” tutur Fuad.

Menurut Fuad, meskipun Mentari adalah produk 'serius', dan sebagai produk IT, Indosat tidak khawatir kalau pesannya tidak sampai, karena menggunakan pendekatan jenaka dan terkesan main-main. Kategori IT, kata Fuad, memang kerap dianggap sulit untuk dikomunikasikan, sehingga dibutuhkan kejelian dari pihak operator untuk memilih pendekatan yang tepat. “Kami memilih sitkom karena merupakan pendekatan yang humanis, dan mudah dicerna oleh target market Mentari yaitu pria dan wanita, usia 25-35 tahun, SES BCD,” jelas Fuad.

Fuad menambahkan bahwa pilihan jatuh kepada pendekatan sitkom karena masyarakat Indonesia cenderung menyukai hal-hal yang menghibur. “Apalagi di saat seperti ini dimana tingkat stres semakin meningkat,” kata Fuad.

Andri Putra, Creative Director DDB Brainstorm, agensi di balik iklan sitkom Indosat itu, mengatakan bahwa meski iklannya terkesan main-main, tapi pertimbangannnya benar-benar serius dan matang. “Nggak main-main,” tegas Andri. Perihal proses kreatif di balik iklan ini, Andri menjelaskan bahwa semua berjalan seperti pada pembuatan kampanye iklan lain, termasuk brainstorm, dan presentasi. “Tidak ada yang spesial,” kata Andri.

Namun yang unik, Andri sempat membuatkan dummy iklan Indosat ini dengan berbekal skrip, talent ala kadar, dan budget minim. “Kita membuat 7 seri iklan TVC untuk berbagai brand Indosat yang cukup mengocok perut tanpa kehilangan esensi produk yang ditawarkan,” tutur Andri. Usaha ekstra ini berbuah manis, karena Indosat kemudian cukup excited dengan ide-ide tersebut.

Lebih lanjut, Andri berpendapat bahwa produk serius tidak harus dikomunikasikan secara serius. “Sebab komunikasi itu sebagian besar berisikan gosip, curhat, ketawa-ketiwi, pedekate, dan sebagainya,” kata Andri mengenai iklan dengan objektif meningkatkan awareness terhadap benefit kartu Mentari ini.

Andri menambahkan, Indosat adalah operator seluler dengan brand paling banyak—IM3, Mentari, Matrix, StarOne, sehingga perlu sinergi antarbrand tersebut. “Hal ini tidak mudah dilakukan karena masing-masing brand mempunyai target market, brand properties, dan produk yang berbeda,” kata Andri. Oleh karena itu, pendekatan kreatif dengan sitkom dipilih. Selain untuk melahirkan identitas tersendiri dari Indosat, juga untuk memberikan benefit lain di luar harga atau kualitas.
Andri Putra
Andri Putra

Lalu, Andri melanjutkan, lahirlah karakter-karakter dari 'sitkom Indosat' ini seperti anak muda, mahasiswa, bos, istri bos, dan orang-orang tua. “Dengan karakter ini kita bisa bicara tentang tarif murah, sampai teknologi tinggi seperti broadband. Semua tanpa kehilangan 'jati diri' Indosat,” kata Andri. Jati diri ini, lanjutnya, termasuk 'si kuning' yang di iklan tersebut memegang papan yang digunakan untuk menyampaikan fitur yang hendak dijual. “Ini strategi hard sell tanpa merusak jalan cerita,” tandas Andri.

“Semua ini sekaligus memberikan personalitas yang unik terhadap iklan Indosat,” kata Andri kemudian. Meski tidak menampik strategi hard sell, Andri berusaha mengajak audience untuk bisa melihat sosial atau emotional benefit dari produk Indosat. “Format sitkom memungkinkan komunikasi yang tersinergi satu sama lain, memberi kesan bahwa cerita tidak berhenti sampai di sini, sehingga memunculkan rasa penasaran yang kita kehendaki,” kata Andri. Sesudah curiosity tercipta, lanjutnya, audience akan menunggu cerita selanjutnya.

Menurut Andri, iklan ini sudah mendapatkan respon yang cukup luar biasa. Salah satu yang disebut Andri sebagai indikator adalah beberapa iklan kompetitor yang mendadak muncul dengan pendekatan sitkom juga. “Well, imitation is the highest form of complement,” tutup Andri.


ImageFuad Fachroeddin, Group Head Integrated Marketing Indosat:

Berapa dampak sales yang terjadi setelah Indosat menggunakan pendekatan iklan sitkom?

Dampak sales yang terjadi sebenarnya terkait dengan strategi bauran pemasaran diramu sesuai dengan kebutuhan pelanggan, dimana kreativitas pada offering skema paket promo dan kreativitas style campaign menjadi salah satu yang dapat mengkontribusi peningkatan terhadap brand awareness serta preferensi atau minat beli masyarakat. Elastisitas terhadap sales yang terjadi cukup signifikan, yaitu dapat meningkatkan sales di atas 30%.



Apa bentuk perubahan atau peningkatan brand image Indosat setelah adanya kampanye iklan yang menggunakan pendekatan komedi ini?

Dengan pendekatan iklan komedi maka pelanggan merasa lebih dekat serta lebih jelas, paham terhadap pesan yang disampaikan yang akhirnya akan meningkatkan emotional bonding. Dari hasil riset ad tracking yang kami lakukan, campaign ini memperkuat image positif Indosat, yaitu dianggap menjadi lebih dekat dan lebih ramah dengan pelanggannya, memahami apa yang mereka inginkan serta meningkatkan rasa kepercayaan.


DR. M. Gunawan Alif, Dosen Brand Management dan IMC: Image

Menganalisis persaingan antara operator telko saat ini, kita bisa melihat refleksinya dari kompetisi di industri rokok. Misalnya antara LA Lights dan A Mild. Kita melihat dari bentuk, dan cara penyajiannya komunikasi LA Lights seperti mengekor A Mild. Hal ini, menurut saya, membuat A Mild mengubah cara komunikasinya, dan memang sudah seharusnya sebagai market leader, A Mild harus bisa keluar dari 'jebakan' itu.

Indosat mempunyai pangsa pasar yang lebih baik dibandingkan pesaing terdekatnya, XL. Tapi dengan cerdik, XL justru bisa mendiktekan persaingan, dengan memukul genderang perang melalui strategi turun harganya, disertai iklan nakal dan mbeling yang sebagian menuai peringatan. Indosat seharusnya menjalankan perannya sendiri, dan tentunya mereka memiliki kelebihan untuk melakukan hal ini.

Dengan rangkaian iklan bernuansa sitkom, dalam konteks ini, Indosat sudah melakukan terobosan untuk tampil secara kreatif, dan berusaha keluar dari dikte kompetitor untuk membangun brand yang lebih baik. Dengan pendekatan humor, saya rasa ini akan membangkitkan simpati dari khalayak terhadap iklan, dan secara teoritis ini langkah pertama agar konsumen bisa menyenangi merek dan membeli produk pada akhirnya.

Menurut saya, orang asia masih menyenangi humor. Saya mengamati iklan-iklan di Pattaya pada Adfest juga banyak yang mengambil pendekatan ini. Humor masih sangat relevan dengan masyarakat, buktinya acara hiburan dengan bumbu humor masih amat digemari, sehingga hal ini bisa dianggap mencerminkan publik akan menyukai pesan yang dikemas dengan humor.

Berkaitan dengan nature produk telko yang terkesan serius, saya rasa tidak akan menjadi masalah. Produk ini bukanlah untuk audience tertentu, misalnya para pengambil keputusan, seperti yang biasa menjadi target audience iklan produk bank. Pembeli atau pengguna Indosat mewakili segmen yang sangat lebar, barangkali dari usia termuda sampai tertua, dari semua level pendidikan juga memakainya. Humor adalah salah satu bentuk appeal untuk komunikasi universal yang bisa diterima beragam kalangan itu, seperti halnya seksualitas, rasa takut, romanticism, dan drama.

Iklan memang kaya akan bentuk pengucapan, tapi kekayaan ini harus dipilih sedemikian rupa untuk target yang dituju. Ini adalah satu hal. Hal yang lain, problem terbesar dari iklan adalah multitafsir. Memang segmen yang disasar Indosat sangat luas, tapi dari lebarnya segmen tersebut, pasti akan ada yang cocok, dan ada juga yang tidak bisa memahami hal ini jadi mungkin bisa menjadi bumerang. Oleh karena itu, sangat penting untuk bisa melakukan strategic planning yang benar.

Jika kemudian hasil iklannya berupa comedic style, kemungkinan besar temuan consumer insight mereka adalah bahwa masyarakat Indonesia memang menyukai humor. Tapi yang perlu diingat adalah marketer sering lupa kalau publik tidak sebodoh itu. Jadi seharusnya pengucapan iklan memang tidak boleh terlalu telanjang, vulgar, tapi harus lebih kreatif dan berpikir. Iklan-iklan A Mild adalah contoh sukses dalam hal ini.

Di sisi lain, ada dua pilihan ketika membuat iklan, yaitu menjadi pengekor, atau mendikte persaingan. Pengekor biasanya bukan market leader, sehingga ia akan mengikuti dan mengincar pesaingnya. Oleh karena itu, sebenarnya wajar saja melihat adanya konsep iklan yang ditiru, karena justru di sinilah menariknya persaingan. Semua orang jadi dituntut berpikir kreatif menemukan differensiasi yang clear atau just noticable different (JND).

Kalau dari segi kreativitas, iklan ini sebenarnya cukup kreatif, karena bisa keluar dengan cara yang baru. Memang tantangannya terletak pada kreativitas karena saya lihat persaingan operator telko sudah semakin tidak karuan. Namun, ini tidak original karena konsep storytelling sebenarnya sudah banyak dilakukan.

Meskipun demikian, kesuksesan sebuah campaign berkaitan dengan banyak faktor. Karena ketika orang sudah suka dengan iklan, brand, dan timbul niat membeli, niat tersebut bisa dihalangi oleh banyak hal, seperti harga, atau layanan yang buruk. Disamping itu pesaing juga tidak akan berdiam diri. Jadi, yang terpenting adalah value dan brand loyalty, karena ini tidak akan mudah untuk ditiru.

Satu hal yang harus diperhatikan adalah Indosat harus memutuskan untuk fokus pada segmen tertentu, karena tidak akan mungkin memuaskan semuanya. Jika pada iklan, semua usia muncul seperti remaja, bapak-bapak, ibu-ibu, dan lainnya, pada kenyataannya Indosat harus melihat siapa yang menjadi mayoritasnya. Mereka harus memilih segmen mana yang paling besar dari luasnya segmen yang mereka sasar. Besar kemungkinan ada perbedaan preferensi yang signifikan, dan pasti ada yang tidak suka humor.

Jadi, sesungguhnya, humor tidak harus dihindari. Hopkins mengatakan untuk menghindari iklan, tapi tidak ada bukti empirisnya. Humor bisa digunakan karena dunia iklan itu berkembang. Kata kuncinya adalah kreatif dan relevan, dua-duanya ini harus ada. Kita tahu seberapa penting kreativitas, tapi jika tidak relevan, semua itu tidak akan berjalan dengan baik. (Iski)

link

http://mix.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=408&Itemid=145

Tidak ada komentar:

Posting Komentar